Posts

Showing posts from November, 2011

Petik Hati

Image
Mengambil hati. Itu yang sedang saya lakukan. Di saat kata maaf tidak lagi cukup, saya butuh pohon hati. Akan saya petik satu hati. Yang berwarna merah menyala. Yang dari kejauhan seperti buah apel ranum. Hati itu takkan menjadi milik saya, tapi minimal hati merah menyala itu akan saya jaga. Biar tidak lagi terluka. Biar tidak perlu diperban. Karena hati itu terlalu berharga buat saya jika ia harus terus menerus cedera. Di depan saya pohon hati yg jangkung. Meski sulit, saya berusaha memetik satu hati. Takkan saya miliki, namun jika boleh, kan ku jaga..

Kisah Jendela

Image
Duduk dengan kepala bersandar di jendela bis kota, angin dingin sisa hujan membenamkan saya pada kesibukan di luar jendela. Sore itu kota menampakkan pemandangannya yang tidak asing. Mobil berserakan memadati jalan yang sebagian basah oleh hujan. Beberapa kendaraan berjalan serabutan. Ingin menyalip satu sama lain. Seperti kakimu yang terburu-buru meski tidak sedang memburu sesuatu. Beberapa kali saya melebarkan langkah supaya tak tertinggal dan akhirnya berhasil merapat disampingmu. Klakson yang nyaring membawa saya kembali. Saat saya sadar, jendela tempat saya bersandar sedang menuturkan kisah lain. Di luar, kemacetan mulai meranggas di malam yang belum seberapa. Awan yang menggantung malah masih menyisakan warna abu-abu sore. Bus saya berhenti tepat di atas zebra cross. Penyebrangan itu jelas tak berfungsi lagi karena tidak tampak orang yg menyebranginya. Ia hanya sebatas sketsa garis terputus di tengah jalan seperti gambar yang belum tuntas dibuat. Seharusnya kerumunan orang

Basah Hujan

Image
Saya ingat berjalan cepat menghindari rintik hujan. Belum deras, tapi saya sudah khawatir kebasahan. Tidak seperti mereka, saya menyadari itu. Jalan tetap dengan ritme yang sama. Cepat dan teratur. Seakan kaki mereka menempel di jalur rel yang lurus rata. Tidak ada yang berlari takut kuyup. Payung-payung juga belum dikibarkan. Sementara saya sudah sibuk cari tempat berteduh. Apa karena saya takut basah? Atau saya alergi dengan hujan di negeri orang? Mereka seperti tidak menggubris langit yang mengguyur tubuh mereka. Tidak peduli jas kerja apik mereka bakal lusuh dan dandanan mentereng mereka mungkin luntur. Saya yang cuma berkemeja malah ribet mengurusi bagaimana saya tetap kering meski tampilin saya jauh dari glamour. Sekarang sudah masuk musim hujan. Hujan sudah pasti akan rutin mengguyur kota ini. Dan setiap hari saya kemungkinan bakal akrab dengan basah dan becek. Seharusnya saya bukan lagi orang yang anti basah.

Budaya

Percaya tidak, berbudaya itu sebuah tantangan. Terbukti ketika saya diajak untuk melihat penampilan pembacaan puisi. Tantangannya adalah, tidak hanya saya harus mendengar, tapi saya juga tidak bisa kabur untuk menghindari pembawaan si pembaca puisi yang sungguh meresapi hasil karyanya. Saya ingat, melewati latihan sandiwara sebuah sanggar. Malam itu sudah gelap, tapi bayangan mereka masih terlihat. Suaranya menggelegar merusak hening saat itu. Mereka sedang tertawa terbahak-bahak, yang tentu saja bagian dari latihannya. Yang buat saya, yang sulit berbudaya, yang susah mengapresiasi sebuah budaya, tentu sebuah pemandangan mengganggu. Saya melirik dan memberikan tatapan aneh pada sekumpulan orang itu. Begitu juga malam itu. Tatapan saya biasa, padahal lebih dari itu. Ingin mengejek, tapi tak tega. Ingin berkomentar, tapi takut didengar. Jadilah saya hanya diam dan mengantuk. Sungguh hidup berbudaya adalah sebuah tantangan. Atau saya dan puisi memang tidak bisa akur?