Posts

Showing posts from April, 2016

Di suatu malam

Mungkinkah alam sedang menangis? Air matanya seperti tak kunjung henti. Bumi dibuat basah dan gelap sebelum waktunya. Deru tangisnya terdengar gaduh di angkasa. Sampai-sampai memekakkan telinga yang mendengarnya. Atau ia sedang marah? Kilatnya menyambar-nyambar seperti juru foto yang sibuk membidik sasaran. Tak heran awan menjadi terang meski gelap gulita. Menampakkan wajah yang garang. Itulah yang terjadi di suatu malam. Saat aku sedang berlari mengosongkan pikiran. Tangis alam membasahi sekujur tubuhku. Meresap masuk ke dalam jiwa dan melebur menjadi satu. Jika saja alam bisa mengosongkan pikirannya, air matanya tentu takkan jatuh , pikirku sembari berlari semakin jauh.

Si rumah mungil

Kicau burung sahut menyahut dari pucuk pohon. Suaranya senyaring silau mentari pagi yang menyambar masuk melalui jendela. Bunga Matahari yang tumbuh subur di kebun ikut bersinar. Kelopaknya yang kuning terang membangunkan tanaman lain yang tertidur semalaman. Perlahan, sang embun mulai memberikan kehidupan bagi kebun itu dengan butiran airnya. Di atas petak kebun, tumbuh seonggok bangunan mungil. Terlihat sekawanan batu bata menyembul di muka bangunan, seakan menolak bersembunyi di balik semen. Jendela bangunan mungil yang besar mempertontonkan gerak gerik di dalamnya. Tampak meja dan kursi saling tertawa riang. Menari diayun musik yang keluar dari setiap sudut bangunan. Suara genta angin dari kayu yang menggelantung di depan jendela tidak kalah nyaring. Sesekali mengeluarkan nada alam yang menyejukkan saat berbenturan ditiup angin. Itulah si rumah mungil, yang hadir bagai embun di pagi hari. Setia dan senantiasa memberikan satu lagi kehidupan.

Entah

Entah apa yang membuat bisu segalanya. Suara lenyap tak bersisa. Seperti laut yang menyembur suara deru ombak, tetapi yang terdengar tetap hening, sepi, dan sunyi. Kusayangkan keadaan yang kini serba kaku. Seperti angin laut yang dingin dan membeku. Membawa kehangatan yang dulu pernah ada. 

Lembaran Kisah

Hati bagaikan lembaran kertas. Semula kosong, lalu perlahan berisi cerita. Yang menyenangkan, menggelikan, sampai menyedihkan. Kisahku dimulai saat kertas putih polos di hadapanku perlahan menorehkan sebuah cerita. Kisah yang ditulis dengan tinta biru, merah, dan kelabu. Membuat goresan gambar yang kadang serupa dengan pelangi, kadang seperti awan mendung. Semakin hari, kisahku makin menyerupai keping puzzle yang menyatu. Setiap cerita saling penuhi dan melengkapi. Kisah yang indah, cerita yang gaduh, drama yang sendu, membuat lembar ceritaku bergejolak. Seperti menginjak bebatuan dengan kaki telanjang. Sakit tetapi menyehatkan. Kisahku 'kan kubiarkan tetap bergulir. Sampai ia lelah menorehkan kata. Sampai ia menepi karena kehabisan kalimat. Sampai lembaran hidupku kehabisan coretan kisah.