detik-detik pernikahan
eits! jangan kaget dulu. tentunya bukan pernikahan g, tapi saudara sepupu yang tinggal menghitung jam. ternyata persiapan pernikahan tidak hanya meribetkan dua keluarga mempelai. keluarga besar para pengantin juga ikut ribet. contohnya di keluarga pejaten 17. tidak saja kedatangan keluarga markum alias keluarga besar kakak tertua dengan 2 anaknya yang heboh plus bringas, tapi persiapan si emak membuat suasana di rumah pagi ini benar2 seperti pasar malam. belum lagi supir setianya bokap dan asisten rumah tangga di rumah ikut ribet mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan. "parto, kamu sudah siapkan mobil belum untuk jemput kue?". "titin, jangan lupa kebaya ola dan sulis dikasih plastik supaya gak lecek". "dar, sepatu bapak sama selop ibu tolong dibersihin. banyak debunya itu ibu terakhir lihat". begitu suara si emak membahana di rumah. itu belum seberapa. ada lagi teriakan2 seputar jas, peci, mandi, konde, tangga, makan, dll. tidak jelas hubungan tangga dengan persiapan ke pernikahan, kecuali barang2 yang akan dibawa ke pernikahan ada di loteng. ???..
buat g, persiapan ke pernikahan kali ini tidak begitu memusingkan. kalau dulu, sebagai orang yang anti dandan, anti pakai kebaya dan anti urusan perkawinan, persiapan ke pernikahan seperti ini layaknya menunggu raport sekolah. deg2an karena tidak tahu berapa nilai merah yang kali ini akan mewarnai buku laporan hasil studi selama setahun itu. sama dengan urusan pernikahan. rasanya menyesakkan karena harus rela melakukan ini itu yang tentunya bukan kegiatan favorit g.
tapi sekarang berbeda. sebagai seseorang yang sudah berumur dan beranjak lebih dewasa (yeah right..), g lebih santai dalam menghadapi persiapan ke pernikahan. kalau dulu ribet dalam urusan kebaya, karena takut warna kebaya terlalu menor atau bentuknya yang terlalu ketat, sekarang g menerima bentuk kebaya apapun. bahkan untuk pernikahan kali ini, si emak sudah mempersiapkan dari jaman bahela sebuah kebaya berwarna merah jambu. lalu selop. dulu yang namanya memakai selop, susahnya minta ampun. g harus punya seabrek bentuk selop sebelum g benar2 memutuskan untuk memakai salah satunya. itupun masih diprotes oleh beberapa teman karena terlalu macho. tapi sekarang, g menerima apapun bentuk selop, asalkan, pas dan tidak kebesaran di kaki. terakhir, masalah konde dan dandan. "amit2 jabang bayi!", begitu umpat g dulu (dalam hati tentunya..) kalau sudah duduk dan mulai akan dirias oleh mbak2 salon yang kadang dari salon bernama seperti toko kaca (makmur jaya lah atau sejenisnya). g selalu menganggap diri ini tidak terlalu cantik sehingga kalau didandani (oleh salon tidak kondang tentunya..) g selalu berasa berubah bentuk jadi didik nini thowok versi bencong. tapi sekarang, kepada para mbak2 salon di luar sana, silahkan untuk merombak rambut g ke dalam bentuk apapun; dikonde, dibonding, disasak, dihair extantion (halah...), teerseeraah...
aduh, jadi terharu. apa g telah benar2 dewasa dengan toleran pada apapun atau jangan2 malah pasrah di-apa2in?.. meski telah berbesar hati menerima sesuatu yang dahulu sangat berat untuk dilakukan, tetap pikiran g melayang dan membayangkan betapa enaknya mereka2 yang bisa "kabur" dari ritual pernikahan ini. adik g yang sedang studi tour ke negeri cina, kakak g yang sedang menemani kliennya ke luar kota atau adik sepupu yang sedang ikutan di ajang abang none jakarte (capey dey..). "terbekatilah kalian wahai saudara2ku..".
eh, suasana mulai hening di bawah. cihuy!..
buat g, persiapan ke pernikahan kali ini tidak begitu memusingkan. kalau dulu, sebagai orang yang anti dandan, anti pakai kebaya dan anti urusan perkawinan, persiapan ke pernikahan seperti ini layaknya menunggu raport sekolah. deg2an karena tidak tahu berapa nilai merah yang kali ini akan mewarnai buku laporan hasil studi selama setahun itu. sama dengan urusan pernikahan. rasanya menyesakkan karena harus rela melakukan ini itu yang tentunya bukan kegiatan favorit g.
tapi sekarang berbeda. sebagai seseorang yang sudah berumur dan beranjak lebih dewasa (yeah right..), g lebih santai dalam menghadapi persiapan ke pernikahan. kalau dulu ribet dalam urusan kebaya, karena takut warna kebaya terlalu menor atau bentuknya yang terlalu ketat, sekarang g menerima bentuk kebaya apapun. bahkan untuk pernikahan kali ini, si emak sudah mempersiapkan dari jaman bahela sebuah kebaya berwarna merah jambu. lalu selop. dulu yang namanya memakai selop, susahnya minta ampun. g harus punya seabrek bentuk selop sebelum g benar2 memutuskan untuk memakai salah satunya. itupun masih diprotes oleh beberapa teman karena terlalu macho. tapi sekarang, g menerima apapun bentuk selop, asalkan, pas dan tidak kebesaran di kaki. terakhir, masalah konde dan dandan. "amit2 jabang bayi!", begitu umpat g dulu (dalam hati tentunya..) kalau sudah duduk dan mulai akan dirias oleh mbak2 salon yang kadang dari salon bernama seperti toko kaca (makmur jaya lah atau sejenisnya). g selalu menganggap diri ini tidak terlalu cantik sehingga kalau didandani (oleh salon tidak kondang tentunya..) g selalu berasa berubah bentuk jadi didik nini thowok versi bencong. tapi sekarang, kepada para mbak2 salon di luar sana, silahkan untuk merombak rambut g ke dalam bentuk apapun; dikonde, dibonding, disasak, dihair extantion (halah...), teerseeraah...
aduh, jadi terharu. apa g telah benar2 dewasa dengan toleran pada apapun atau jangan2 malah pasrah di-apa2in?.. meski telah berbesar hati menerima sesuatu yang dahulu sangat berat untuk dilakukan, tetap pikiran g melayang dan membayangkan betapa enaknya mereka2 yang bisa "kabur" dari ritual pernikahan ini. adik g yang sedang studi tour ke negeri cina, kakak g yang sedang menemani kliennya ke luar kota atau adik sepupu yang sedang ikutan di ajang abang none jakarte (capey dey..). "terbekatilah kalian wahai saudara2ku..".
eh, suasana mulai hening di bawah. cihuy!..
Comments