hujan yang tak lagi romantis

duduk termangu di ruang kerja, sore ini aku ditemani oleh pasukan kendaraan yang antre teratur di jalan. dari tempatku duduk, jalan gatot subroto memang terlihat sangat jelas. beberapa di antara kendaraan telah menyalakan lampu mobil seiring dengan lampu2 yang bermunculan dari gedung bertingkat. lampu jalanan juga tidak mau kalah. nyalanya semakin terang disaat malam mulai menghadap.

aku lihat pepohonan bergerak agak serabutan diterpa angin. ranting2nya terlihat berbenturan seakan sedang bermain pedang2an. kupandangi langit di sore hari yang seharusnya tidak sekelam itu. awan pun seperti ber-gulung2 berkejaran. pasti mau hujan, batinku bilang. sudah berhari-hari, malah dalam beberapa minggu ini, jakarta keenakan diguyur hujan. sampai2 banjir seolah menjadi tamu yang tak kunjung pulang. tamu tak diundang yang ternyata membawa kerabat terdekatnya; tanah longsor. bicara tentang banjir dan tanah longsor, apalagi kalau bukan bencana ujung2nya. ada apa gerangan? kenapa negri ini doyan sekali dengan bencana?

tatapanku beralih pada koran yang tergeletak malas di meja kerja. sebuah headline menuliskan jakarta diprediksikan banjir besar awal januari 2008. pikiran lalu melayang pada setahun lalu. tamu tak diundang itu datang dalam jumlah megaluas. menggenangi jakarta dan sekitarnya, hampir tak menyisakan ruang kering di lokasi yang langganan banjir. hanya saat itu banjirnya tak mengenal ampun. tak punya belas kasihan. genangan air tak lagi semata kaki, tapi sudah naik kelas, ke se paha orang dewasa. penyakit yang diangkut banjir bukan lagi sebatas diare atau gatal2, tapi sudah naik derajatnya menjadi penyakit leptospirosis, bahasa kerennya penyakit kencing tikus.

ah hujan. kadang dinanti, kadang tak dinanti. dulu aku merasa hujan itu romantis. bisa membawa suasana yang berbeda dari seadanya. memberikan arti yang lebih dari sekedar basah dan dingin. tidak jarang aku nonton film2 luar negeri yang menggambarkan kota menjadi romantis karena bermandikan air hujan. boro2 banjir, airnya yang berkilauan terkena cahaya kota, dengan tenang mengalir ke selokan, terjun ke sungai, lalu beristirahat di lautan. sebaliknya di jakarta, boro2 mau romantisan, adanya kelelep banjir. lilin yang sedianya untuk candle light dinner, terpaksa berubah fungsi jadi penerangan rumah yang padam listrik.

aku masih termangu saat adzan magrib berkumandang. terbangun dari setengah lamunan, aku bergegas mengambil teh hangatku, menyeruputnya saat duduk kembali, melanjutkan lamunan dan berlaga romantis di kota yang kata sebuah surat kabar bakal tenggelam di pertengahan 2008 ini.

oh, hujan.. kembalilah menjadi romantis. temanilah pendar2 cahaya yang semakin gemerlapan di tengah hujanmu. menarilah bersama karena kau hadirkan sebuah kehangatan di tengah rasa dingin yang menusuk tulang. bawalah setiap jengkal tetesmu menyusup ke selokan, menyusuri sungai untuk menemui lautan selamanya di bawah lembutnya sinar rembulan.

Comments

Ina said…
aduh buuuu semangant dikit duong... jangan sedih gitu hidup mu... indah tidak nya hidup tergantung dari mana kita ngeliatnya
Ina said…
ehiya jangan lupa liat2 blog gue di http://ange1y.multiply.com

Popular posts from this blog

mari gemukkan badan

Masa lalu, kenangan, dan sejarah

sandiwara Tuhan