candu jendela besar

ternyata setelah sekian tahun meninggalkan kamarku dulu di rumah kontrakan di bandung, ternyata hobiku yang satu ini tak kunjung hilang. duduk lama, berdiam di depan jendela kamar, menatap pohon yang ditiup angin dan langit di kejauhan. lalu menampaki awan yang berjalan pelan membentuk sesuatu hasil rekayasa otak. ada yang seperti kelinci, orang sedang meloncat, dan kepala simpanse (betul loh! baru saja aku lihat bentuknya).

duduk di depan jendela seperti ini, membiarkan otakku bekerja dan bertanya tentang hal2 yang tidak penting. seperti, "kenapa awan2 ini bergerak? apakah angin yang membuat mereka bergerak terus? apakah awan2 ini datang dari berbagai negara? bergerak dan berputar sebesar lingkaran bumi? kalau benar, berarti awan2 ini ada yang datang dari amerika mungkin ya? enaknya jadi awan bisa jalan2...".

jendela kamarku sekarang tidak sebesar jendela kamarku di bandung, tapi bisa membuatku betah duduk ber-lama2 menatap ke luar. bisa dibayangkan betapa lebih lamanya lagi dulu aku duduk berdiam diri di kamarku di bandung. jendela yang begitu luas, bukan saja aku bisa melihat langit yang luas, tapi juga rumah kontrakan tetangga. kadang aku melihat para tetangga2ku ada yang sedang melamun di teras, berjalan menyusuri teras, mengobrol, atau merokok. kalau sedang kepergok mata, kita bisa saling ber-dadahan meski tak saling kenal.

dulu kamarku di bandung bukanlah sebuah kamar, melainkan ruang tv bersama. disanalah aku bersama teman sekontrakan menonton tv, bercengkrama, membuat adonan kue menjelang buka puasa, atau sekedar duduk sambil mengobrol ngalor ngidul. disana hanya ada meja beserta laci berukuran panjang berwarna abu2 seperti warna rok anak sma. di atasnya ditempatkan tv 24 inci. lalu di sekeliling kamar berukuran 3 x 4 itu ditempatkan karpet berwarna merah dan terdapat sofa panjang yang berbentuk melingkar. cukup untuk memuat 6 orang penghuninya. kepindahanku kesana dari kamarku juga bukan kebetulan. hanya karena alasan kasihan melihat pembantu kami tidur di sebuah bilik kecil, akhirnya aku rela memberikan kamar asliku ke pembantu kami, tapi dengan satu syarat; ruang tv itu menjadi milikku seorang. dan benar saja, tidak ada satupun penghuni yang protes ruangan paling besar di kontrakan kami jatuh menjadi milikku. dan sejak saat itu aku tahu dimana meja dan bangku belajarku akan kutempatkan. jendela besar itu sudah lama menarik perhatianku.

duduk di depan jendela kamarku sekarang memang tidak semenarik di kamarku dulu. ada rumah tetangga di depan kamarku yang terasnya bisa terlihat jelas jika saja tidak ada pohon rambutan yang cukup lebat. tapi aku beruntung ada pohon itu di antara teras rumah kami. biasanya kalau sudah musim rambutan, buahnya suka menyusup masuk ke teras depan kamarku, yang berarti kejatuhan rambutan gratis, hehe..

aku bersimpati dengan mereka yang kamarnya tidak memiliki jendela besar yang menghadap ke langit biru dan pepohonan yang bisa menari-nari tertiup angin. aku berani bersumpah, perpaduan keduanya benar2 indah. rasanya sampai menyusup ke hati. seperti candu yang membuat pikiranmu terlena dan membawamu menerawang ke-mana2. kamu ingin duduk lagi disana meski kamu sudah terduduk lama disana. percayalah, kamu tetap ingin kembali lagi kesana.

Comments

Popular posts from this blog

mari gemukkan badan

Masa lalu, kenangan, dan sejarah

sandiwara Tuhan