Pesta Kebun

Matahari baru saja akan pamit saat saya melangkah masuk bangunan itu. Saat saya menengadah, ia diam menggelantung di balik awan. Entah menunggu bulan tiba atau mengamati gerak gerik saya di sore itu.

Bangunan itu tak bertingkat, tak besar pula. Gerbangnya yang selalu terbuka menebarkan aroma keramah tamahan di setiap sudut. Sungguh, saya seperti melayang saat melangkah masuk. Tapak kaki saya seperti terbuat dari kapas, begitu ringan. Padahal tidak ada angin ribut yang mendorong saya masuk. Angin sama sekali tidak sedang berhembus. Ranting pohon saja tak bergemerutuk. Malas beradu rupanya tanpa bantuan angin sang provokator.

Di halaman seorang petugas tampak lalu lalang membawa baskom-baskom plastik. Lucu, bentuknya mini. Warnanya pun warna warni. Indah seperti hiasan bola kaca di pohon natal. Jumlahnya tak cuma satu. 1..2..3..6! saya hitung.

Halaman itu jadi taman bermain dengan kehadiran pasukan baskom. Tiba-tiba semua terasa sempit. Saya terhimpit di ruangan yang serba luas. halaman yang begitu besar tiba-tiba penuh sesak. Anehnya, saya masih bisa bernapas. Hebatnya, saya justru merasakan kehangatan yang luar biasa. Begitu hangat seperti ketika tidur dalam balutan selimut tebal saat turun salju.

Suasana begitu memabukkan dan tiba-tiba melesakkan saya ke angkasa. Saya melihat rombongan malaikat kecil. Banyak sekali jumlahnya. Mereka berhamburan ikut terbang bersama saya. Menari, berlari, berlompatan di sekeliling saya. Mereka terkadang seperti laron, mengerubungi hiasan natal yang seperti mengedip saat diterpa cahaya matahari. Serombongan malaikat kecil menghampiri saya. Rupa mereka macam-macam tapi gagah dibalik tuxedo hitam putih yang mereka kenakan. Saya sadar berada dalam suatu pesta. pesta kebun tentunya dimana kami bisa saling berlari, saling mengejar, lalu bersama mengepakkan sayap untuk melesat lagi ke udara. Di sebelah saya matahari tersenyum. Rupanya ia lupa beranjak pergi, padahal bulan sudah lama tiba, siap berkencan dengan malam.

Saya sudah mendarat di tanah yang dingin ketika angin membasuh muka saya. Wajah langit perlahan muram, tanda malam sebentar lagi 'kan tiba. Saya bersiap pulang meski berat meninggalkan pesta. Mata-mata para malaikat bertuxedo memandang saya meminta untuk terus bermain. Meski berat, saya tetap harus meninggalkan mereka. Sudah waktunya saya pulang, dengan janji dalam hati untuk kembali lagi.

Suatu hari di Pondok Pengayom Ragunan.

Comments

yuliarinta said…
wah dalem banget deskripsi settingnya...

hebat banget, bahkan di akhir tulisan aku masih belum bisa nebak akhir ceritanya...

cuman karena begitu jagonya dirimu menggambarkannya,,,isi ceritanya agak kurang ditarik men.....

yang ada di bayanganku,,,,lagi nyeritain sailormoon...dgn pangeran tuxedi bertopengnya hahahaha

tapi bikin penasaran tuh, gimana kelanjutannya...

www.yuliad.co.cc

Popular posts from this blog

mari gemukkan badan

Masa lalu, kenangan, dan sejarah

sandiwara Tuhan