Obsesi

Teman 1: La, hp loe kok gak bisa dihubungin? Gimana Java Jazz seru gak?
Teman2: Hp loe mati ya? Hari Minggu gue telponin gak bisa masuk. Senin jadi minton?

Sepertinya saya harus menyerah pada tekad saya untuk hanya punya satu handphone. Sejak punya dua nomor telepon, saya sering menerima pesan pendek (SMS) yang sudah beruntung isinya tidak memaki-maki saya. SMS itu dikirim ke nomor sehari-hari saya, yang kalau di akhir pekan, seringkali mati total. Tidak saya pasang karena saya ganti dengan nomor satunya. Ya, karena saya patuh pada obsesi untuk punya hanya satu handphone. Saat saya pasang nomor kedua saya, nomor lainnya otomatis menganggur.

Ketika saya nyalakan nomor sehari-sehari saya, SMS yang sering mempertanyakan keberadaan dan nasib handphone saya, muncul bertubi-tubi. Bermunculan seperti kartu pos jatuh dari langit. Hanya saja, semuanya datang terlambat. Isi SMS pun terkadang jadi basi karena datang di waktu yang bukan semestinya. Betul, itu karena saya bebal untuk tidak memiliki dua handphone. Saat saya pasang nomor kedua saya, sontak nomor lama saya tidak beroperasi.

Sobat: Oya, kok gak bisa ditelpon? Telpon Aku. Penting!
Sobat: Oyaaaaaa!.. Susah amat sih hubungin kamu kalo wiken?!
Teman 3: Oyeeee telpon gue dooong. Penting! Lu gue telpon gak bisa.

Gara-gara tingkah saya yang cukup tertib pada aturan satu handphone, belakangan SMS-SMS yang saya terima, nadanya jadi cukup kesal. Jengkel pada saya yang bertingkah seperti pejabat atau anggota DPR. Jadi sulit dihubungi kalau dibutuhkan. Bukan juga seorang selebritis, tapi saya jadi sulit dicari.

Apakah saya harus melepas prinsip ‘hanya ingin punya satu handphone’? Atau inikah waktunya saya membagi nomor kedua saya untuk yang lain? Kok saya lebih baik dimaki-maki ya...

Comments

Popular posts from this blog

Pesan

Biarkan

Cinta