satu kali saja
Melepas apa yang pernah menjadi bagian dari hidup kita takkan mudah. Bertahun-tahun sebagai sebuah proses panjang, lalu menyadari suatu hari harus memutus jalur proses itu, terkadang menjadi kejutan yang tidak menyenangkan. Bayangkan apa yang telah menjadi sebuah kebiasaan, kemudian bakal hilang. Bukan tanpa rencana, karena semua itu tidak mungkin dilakukan begitu saja. Ada pengorbanan, ada harga yang harus dibayar. Kadang butuh tangis dan nestapa.
Ini mengingatkan saya pada satu petaka yang saat itu datang mengejutkan. Saya sebut petaka karena betul-betul tidak mengenakkan. Saya tidak kuasa menerima, tapi saat itu, mau tidak mau harus terjadi. Hasilnya, ada yang hilang dari hidup saya. Sesuatu yang lama menjadi bagian dari hari-hari saya. Yang begitu bermakna, yang sangat berharga tiba-tiba direnggut begitu saja.
Biasanya semua menjadi jelas setelah sebuah kejadian terjadi. Tapi tidak saat itu buat saya. Apa yang disebut makna atau hikmah, tidak saya temukan. Atau mungkin saya terlalu buta, bisu dan tuli sehingga seluruh pancaindera saya tak berfungsi. Saya terpaksa menyudahi apa yang seharusnya belum tuntas saya lakukan. Tapi semua sudah terlambat. Saya tidak bisa kembali, sementara kehidupan mengharuskan saya untuk terus berjalan.
Dan disinilah saya sekarang. Menanti apa yang akan terjadi di depan. Bertanya, haruskah ada bagian dari hidup saya yang harus dikorbankan lagi. Kalaupun ada, saya tidak keberatan bertukar dengan kejutan, yang selama itu menyenangkan. Pertanyaannya, adakah kesempatan itu untuk saya? Satu kali saja.
Ini mengingatkan saya pada satu petaka yang saat itu datang mengejutkan. Saya sebut petaka karena betul-betul tidak mengenakkan. Saya tidak kuasa menerima, tapi saat itu, mau tidak mau harus terjadi. Hasilnya, ada yang hilang dari hidup saya. Sesuatu yang lama menjadi bagian dari hari-hari saya. Yang begitu bermakna, yang sangat berharga tiba-tiba direnggut begitu saja.
Biasanya semua menjadi jelas setelah sebuah kejadian terjadi. Tapi tidak saat itu buat saya. Apa yang disebut makna atau hikmah, tidak saya temukan. Atau mungkin saya terlalu buta, bisu dan tuli sehingga seluruh pancaindera saya tak berfungsi. Saya terpaksa menyudahi apa yang seharusnya belum tuntas saya lakukan. Tapi semua sudah terlambat. Saya tidak bisa kembali, sementara kehidupan mengharuskan saya untuk terus berjalan.
Dan disinilah saya sekarang. Menanti apa yang akan terjadi di depan. Bertanya, haruskah ada bagian dari hidup saya yang harus dikorbankan lagi. Kalaupun ada, saya tidak keberatan bertukar dengan kejutan, yang selama itu menyenangkan. Pertanyaannya, adakah kesempatan itu untuk saya? Satu kali saja.
Comments