panggung dagelan
Namanya saja negara dagelan. Ulahnya kadang lucu. Punya daya tarik yang biasanya menjengkelkan. Dagelan yang rajanya Raja Guyon adalah negara panggung sirkus. Gerombolan badut yang necis dibalik jasnya, berlaga dengan seragamnya meski sulit menyamarkan kelakuannya yang brutal.
Ketika belahan dunia lain sibuk memberesi kelakuannya, negara dagelan tidak juga bosen bertingkah. Urusan agama yang jadi kuasa Tuhan, dibuat jadi konsumsi politis. Semua pun pengin berperan jadi Tuhan, namun menghakimi dalam bentuk yang salah. Bahkan kebablasan lewat praktek kekerasan. Seakan-akan itu jalan keluar kilat untuk menyelesaikan persoalan.
Sudah berulah, ngaco pula. Negara dagelan semakin sering praktek di muka bumi tanpa memedulikan hukum. Uang jadi kasta tertinggi sebagai alat tukar untuk membeli produk hukum. Membuat sarjana hukum dan pendidikannya yang bertahun-tahun tampak tak berarti.
Badut-badut negara dagelan makin sering main hakim sendiri. Membuat episode drama pengadilan yang tanpa malu mengatasnamakan rakyat. Di negara dagelan, uang dan kekerasan berhasil memojokkan hukum sampai tak lagi bermakna. tak lagi digubris. Apalagi dilirik.
Bukan dagelan namanya kalau tidak semakin menghibur. Bagaimana tidak tambah lucu kalau urusan mematikan bom seolah-olah disamakan dengan menjinakkan api. Siram dengan air supaya kabel pemicunya konslet? Tambah lucu ketika badut berseragam polisi, yang tidak tahu hewan apakah bom itu, berusaha jadi pahlawan/super hero di bawah sorotan kamera mengutak atik bahan peledak tanpa menunggu ahlinya. Bukan pahlawan/super hero namanya kalau tidak mengorbankan apa-apa. Predikat pahlawan kadang menyita nyawa, kadang menyisakan kecacatan. Akibat "main-main" dengan bom, satu tanganpun melayang sia-sia.
Sungguh panggung dagelan yang mengundang selera gelak tawa campur air mata dan amarah. Oh negara dagelan, kapan kau akan berbenah diri? Begitu sibukkah kau dengan ketidakbetulanmu? Sadarkah bahwa dunia sedang menertawakanmu? Kecuali kau puas dengan segala yang ada pada dirimu, mari.. kita tertawa bersama.
Ketika belahan dunia lain sibuk memberesi kelakuannya, negara dagelan tidak juga bosen bertingkah. Urusan agama yang jadi kuasa Tuhan, dibuat jadi konsumsi politis. Semua pun pengin berperan jadi Tuhan, namun menghakimi dalam bentuk yang salah. Bahkan kebablasan lewat praktek kekerasan. Seakan-akan itu jalan keluar kilat untuk menyelesaikan persoalan.
Sudah berulah, ngaco pula. Negara dagelan semakin sering praktek di muka bumi tanpa memedulikan hukum. Uang jadi kasta tertinggi sebagai alat tukar untuk membeli produk hukum. Membuat sarjana hukum dan pendidikannya yang bertahun-tahun tampak tak berarti.
Badut-badut negara dagelan makin sering main hakim sendiri. Membuat episode drama pengadilan yang tanpa malu mengatasnamakan rakyat. Di negara dagelan, uang dan kekerasan berhasil memojokkan hukum sampai tak lagi bermakna. tak lagi digubris. Apalagi dilirik.
Bukan dagelan namanya kalau tidak semakin menghibur. Bagaimana tidak tambah lucu kalau urusan mematikan bom seolah-olah disamakan dengan menjinakkan api. Siram dengan air supaya kabel pemicunya konslet? Tambah lucu ketika badut berseragam polisi, yang tidak tahu hewan apakah bom itu, berusaha jadi pahlawan/super hero di bawah sorotan kamera mengutak atik bahan peledak tanpa menunggu ahlinya. Bukan pahlawan/super hero namanya kalau tidak mengorbankan apa-apa. Predikat pahlawan kadang menyita nyawa, kadang menyisakan kecacatan. Akibat "main-main" dengan bom, satu tanganpun melayang sia-sia.
Sungguh panggung dagelan yang mengundang selera gelak tawa campur air mata dan amarah. Oh negara dagelan, kapan kau akan berbenah diri? Begitu sibukkah kau dengan ketidakbetulanmu? Sadarkah bahwa dunia sedang menertawakanmu? Kecuali kau puas dengan segala yang ada pada dirimu, mari.. kita tertawa bersama.
Comments