Lari

Hari ini saya mencoba lari lagi. Sore yang sempurna. Sinar matahari tidak terlalu mentereng, sebaliknya mendung yang pasang badan. Jaga-jaga kalau perlu hujan mungkin. Takut tanpa aba-aba hujan turun, saya segera pasang sepatu, ikat yang benar, dan melesat lari.

Saya berlari menyusuri arus manusia. Perhatian saya tertuju pada mereka. Budayanya sekarang, properti lari bisa sangat komplit. Ipod musik dipasang melingkar di lengan, earphone/headphone tercantel di kuping, baju warna spotlight yang bisa terlihat dari kejauhan juga lampu terpasang di kaki buat yang berlari pada malam hari.

Teman lari mereka juga macam-macam. Ada yang bersama teman, suami/isteri, pet kesayangan, bahkan ada yang berteman dengan kesendirian. Kadang ada yang sambil komat kamit bernyanyi, ada yang sembari mengobrol, dan ada yang tidak bersuara sama sekali.

Saya berlari dalam diam, karena diam-diam saya tengah berhitung angka. Kalau lari saya tidak terhenti di hitungan ke-100, itu berarti saya telah memecahkan rekor "tidak cepat menyerah karena lelah".


Comments

Popular posts from this blog

mari gemukkan badan

Masa lalu, kenangan, dan sejarah

sandiwara Tuhan