Selamat Jalan Bapak
Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un. Saya ucapkan sambil menitikkan air mata. Dalam doa dini hari tadi, saya teringat sosok bapak, ayah dari sahabat saya, dan juga mantan atasan saya. Sosok yang membukakan pintu nafkah bagi saya, hingga saat ini.
Mr. Clean. Begitu sebutannya. Jabatan yang tidak tergantikan hingga akhir hayatnya. Julukan yang langka di tengah virus korupsi yang menggerogoti tubuh negara ini.
Saya tidak begitu tahu seluk beluknya saat blusukan di pemerintah. Saat berusaha mengobati negeri ini dari penyakit korupsi. Saat memikirkan bangsa dan negeri ini. Saya lebih mengenal beliau sebagai seorang atasan. Seringkali beliau masuk ruangan saya. Duduk berlama-lama dan mengajak kami mengobrol. Tentang pekerjaan, kehidupan, agama. Satu yang tidak pernah diucapkannya saat di kantor adalah tempat salah satu kakinya berpijak: pemerintahan. Ia berprinsip Bungkam tentang politik karena kantor saya menganut paham netral dan hanya mengurusi masalah kemanusiaan. Bukan perpolitikan.
Atasan saya ini pembawaannya tegas, kadang galak, sering juga marah-marah. Pernah malah gebrak meja. Ya begitulah atasan, marahnya beliau menjadi proses pembelajaran yang ia terapkan kepada kami bawahannya. Supaya pekerjaan kami menjadi lebih baik.
Di luar kantor, saya sesekali bertemu beliau saat bertandang ke rumah sahabat saya. Adalah pengalaman yang tak terlupakan saat awal pertemuan dengannya, beliau berhasil membuat saya berdiri kaku.
"Siapa kamu? Bapak kamu siapa? Pekerjaannya apa?", ia bertanya kala itu dengan suara lantang, Sukses bikin saya bergidik. Beruntung suasana semakin cair saat beliau mulai mengenal saya.
Suara lantang itu telah lama hilang. Tak lagi terdengar sejak ia terbaring sakit. Ia tak lagi tegap berdiri seperti saat dulu berhadapan dengan saya. Saya tak lagi melihat semangatnya seperti saat ia rutin berjalan cepat di setiap penghujung sore.
Pak Mar'ie, beristirahatlah kini. Lepaskanlah lelahmu, pikiranmu, dan seluruh beban yang Bapak emban selama ini. Biarkan Allah kini menjagamu, seperti engkau berupaya menjaga negeri dan bangsa ini, juga kami.
Selamat jalan Bapak.
Mr. Clean. Begitu sebutannya. Jabatan yang tidak tergantikan hingga akhir hayatnya. Julukan yang langka di tengah virus korupsi yang menggerogoti tubuh negara ini.
Saya tidak begitu tahu seluk beluknya saat blusukan di pemerintah. Saat berusaha mengobati negeri ini dari penyakit korupsi. Saat memikirkan bangsa dan negeri ini. Saya lebih mengenal beliau sebagai seorang atasan. Seringkali beliau masuk ruangan saya. Duduk berlama-lama dan mengajak kami mengobrol. Tentang pekerjaan, kehidupan, agama. Satu yang tidak pernah diucapkannya saat di kantor adalah tempat salah satu kakinya berpijak: pemerintahan. Ia berprinsip Bungkam tentang politik karena kantor saya menganut paham netral dan hanya mengurusi masalah kemanusiaan. Bukan perpolitikan.
Atasan saya ini pembawaannya tegas, kadang galak, sering juga marah-marah. Pernah malah gebrak meja. Ya begitulah atasan, marahnya beliau menjadi proses pembelajaran yang ia terapkan kepada kami bawahannya. Supaya pekerjaan kami menjadi lebih baik.
Di luar kantor, saya sesekali bertemu beliau saat bertandang ke rumah sahabat saya. Adalah pengalaman yang tak terlupakan saat awal pertemuan dengannya, beliau berhasil membuat saya berdiri kaku.
"Siapa kamu? Bapak kamu siapa? Pekerjaannya apa?", ia bertanya kala itu dengan suara lantang, Sukses bikin saya bergidik. Beruntung suasana semakin cair saat beliau mulai mengenal saya.
Suara lantang itu telah lama hilang. Tak lagi terdengar sejak ia terbaring sakit. Ia tak lagi tegap berdiri seperti saat dulu berhadapan dengan saya. Saya tak lagi melihat semangatnya seperti saat ia rutin berjalan cepat di setiap penghujung sore.
Pak Mar'ie, beristirahatlah kini. Lepaskanlah lelahmu, pikiranmu, dan seluruh beban yang Bapak emban selama ini. Biarkan Allah kini menjagamu, seperti engkau berupaya menjaga negeri dan bangsa ini, juga kami.
Selamat jalan Bapak.
Comments